Minggu, 31 Juli 2011

KTI gagal ginjal kronis

GAMBARAN KASUS GAGAL GINJAL KRONIS  (GGK)
DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE
TAHUN 2010


Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai
Gelar Diploma-III Ahli Madya
Keperawatan







OLEH :
ABDUL MALIK SIMANJUNTAK
NIM : 08/001


AKADEMI KEPERAWATAN TAKASIMA
KABANJAHE
TAHUN 2011


ABSTRAK




Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal cukup tinggi. Diperkirakan ada 70 ribu penderita gagal ginjal di Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita GGK cukup tinggi. Pasien cuci darah di tahun 2010 sudah 2.1 juta orang. Penyebab gagal ginjal terbesar adalah 70% akibat DM dan  hipertensi. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel. Adapun variable yang diteliti yaitu GGK: usia dan jenis kelamin. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diproleh dari Medical Record Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010. Teknik pengolahan ini dilakukan dengan cara editing, coding, tabulating. Hasil yang ditemukan dari penelitian ini sebanyak 102 kasus, dan di buat menjadi sampel sebanyak 26  kasus penderita gagal ginjal. Berdasarkan usia penderita tertinggi pada usia 68 – 80 tahun (26,9%) sebanyak 7 kasus dan yang terendah 16-28 tahun sebanyak 1 kasus (3.8%). Berdasarkan jenis kelamin yang tertinggi adalah laki-laki sebanyak 54 kasus (52.9%) dan yang terendah perempuan sebanyak 48  kasus (47%). Disarankan kepada penderita GGK supaya menjaga pola makan mengurangi makanan tinggi garam, jangan mengkonsumsi kacang tanah yang banyak mengandung protein.  dan banyak minum, kemudian istirahat yang cukup. Kepada petugas kesehatan rumah sakit untuk  dapat memberikan penyuluhan tentang GGK, serta meningkatkan pelayanan kesehatan.
Kata Kunci: Gagal Ginjal Kronis, Usia, Jenis Kelamin.


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronis adalah  merupakan gangguan fungsi Renal yang progresif dan ireversibel di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme tubuh  dan keseimbangan cairan dan Elektrolit menyebabkan Uremia (retensi Urea dan sampah Nitrogen lainnya  dalam darah).
(Bunner & Suddenth, 2002 :1148)
Menurut The third Nasional and Nutrision axsaminasion survey (NHANES III)  memperkirakan prevalensi penyakit Gagal Ginjal Kronis di Amerika Serikat 10,8% atau 19,2 juta orang. Data tahun 1995-1999 insiden Gagal Ginjal Kronik mencapai 100 kasus per sejuta penduduk, di Indonesia diperkirakan insiden Gagal Ginjal kronis mencapai 100-150 kasus per satu juta penduduk. Insiden gagal Ginjal Terminal (GTT) meningkat di dunia, dengan diperkiraan lebih dari tiga juta kasus pertahun dalam tiga dekade terakhir manajemen dari GTT (Gagal Ginjal Terminal) lebih fokus pada terapi pengganti yaitu dengan dialisis atau dengan tranpalantasi. Menurut dari data United State Renal data sisitem 42% kematian pada pasien Hemodialisis disebabkan kelainan pada jantung, dimana 22,4% di sebabkan henti Jantung atau Aritmia.
Di U.S.A. pada tahun 2000 GTT lebih dari 375.000 orang pertahun dan 2010 diperkirakan meningkat 651.000 0rang pertahun, dimana 275.000 orang menjalani Hemodialisis dan 100.000  menjalani teranpalantasi.
(http:/www.scribd.com/doc/32601617/arterial-Fibrilisasi-pada-pasien-gagal-ginjal-kronis-henodialisa-dan-penggunaan –oral-antikuagulan)
Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Menurut  data dari Penetri (Persatuan Netrologi Indonesia) di perkirakan ada 70  ribu  penderita ginjal di Indonesia, indonesia termasuk negara  dengan tingkat penderita gagal ginjal cukup tinggi. Namun yang terdeteksi menderita gagal ginjal kronis tahap terminal dari mereka yang menjalani cuci darah (emodialim)  hanya sekitar 4 ribu – 5 ribu saja  ini dari  jumlah  penderita ginjal  yang mencapai 4500 orang. Banyak penderita yang meninggal dunia akibat tidak mampu berobat dan cuci darah yang bianya sangat mahal ”kata Sri  Soedarsono Ketua Yayasan Pembinan Asuhan Bunda (YPAB)  Rumah Sakit  Khusus Ginjal (RSKG) di sela acara peringatan  ulang  tahun Ke-16 Rumah sakit tersebut.  (http://suksesdantrik.blogspot.com/2011/04/kti-prilaku-pasien-penderita-gagal.html)
            Data WHO kata Prof dr Harun Rasyid Lubis SpPD KGH saat memperingati hari ginjal sedunia di tahun 2011 di klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasida Jalan Di Panjaitan Medan belum lama ini, dari tahun 2000 yang hanya 1,1 juta pasien cuci darah, di 2010 sudah 2,1 juta orang. Penyebab Gagal Ginjal terbesar 70% akibat Dibetas Militus Tipe II disusul penyakit hipertensi. (http://www.diabetesmelitus.comli.com/penyakit-gagal-ginjal-menjadi-pembunuh-massal.html)
            Pada penderita Gagal Ginjal Kronik, hampir selalu disertai dengan Hipertensi, sebab hipertensi dan penyakit Ginjal Kronik merupakan dua hal yang selalu berhubungan erat. Selain itu juga penyakit ginjal telah lama di kenal sebagai penyebab Hipertensi sekunder. Hipertensi terjadi pada labih kurang 80% penderita Gagal Ginjal Terminal (GTT). Hipertensi pada penderia Gagal Ginjal Kronik dapat terjadi sebagai efek dari penyakit pembuluh darah yang telah ada sebelumnya atau akibat dari penyakit itu sendiri. Adanya beberapa penyakit penyerta yang terjadi pada penderita Gagal Ginjal Kronik seperti Diabetes dan Hipertensi dapat mempercepat buruknya fungsi ginjal penderita.
Saat ini penyakit gagal ginjal kronis (PGK) banyak menyerang pasien berusia 20-40 tahun. Sejumlah pasien PGK muda itu mengaku mengonsumsi banyak makanan dan minuman olahan yang mengandung bahan kimia.
http://www.ygdi.org/_patientinfo.php?view=_kumpulan_artikel_detail&id=14)
Berdasarkan masalah di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti gambaran kasus gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Kabanjahe 2010.
1.2  Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah adalah: Bagaimana Gambaran Kasus Gagal Ginjal Kronik (GGK) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe tahun 2010.
1.3    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran kasus Gagal Ginjal Kronik (GGK) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe tahun 2010.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui Distribusi kasus Gagal Ginjal Kronik (GGK) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 berdasarkan usia.
b.      Untuk mengetahui Distribusu kasus Gagal Ginjal Kronik (GGK) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 berdasarkan Jenis Kelamin.
1.4    Mamfaat Penelitian
Adapun Manfaat Penelitian yang dapat diambil adalah:
1.      Bagi Peneliti
Untuk menambah ilmu dan wawasan dan pengetahuan penulis untuk diaplikasikan ilmu yang di dapat selama pendidikan di Akper Takasima Kabanjahe,
2.      Bagi Intitusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat sebagai bahan reverensi di Perpustakaan Akper Takasima Kabanjahe dan sebagai bahan bacaan dalam penelitian di masa yang akan datang mengenai Gagal Ginjal Kronik (GGK).
3.      Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanaan dalam menangani penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.
4.      Bagi Peneliti Berikutnya
Sebagai bahan acuan penelitian berikutnya mengenai Kasus Gagal Ginjal Kronik (GGK) dengan lebih baik dan optimal.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Medis
2.1.1.   Defenisi
            Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau tranpalantasi ginjal. (Sudoyo, 2006: 570)
                Gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urine. (http://www.infopenyakit.com/2008/05/penyakit-gagal-ginjal.html)
                Gagal ginjal (chronic renal failure, CRF) adalah terjadinya kedua ginjal yang sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. (Baradero, dkk, 2009: 124)
2.1.2.      Etiologi
            Glomerolonefritis, nefropati analgesik, nefrotipati refluks, ginjal polikistik, nefropati diabetik, penyebab lainya hipertensi, obtruksi, gout, dan tidak diketahui.
( Mansjoer 2001, 532)

-          Tekanan darah tinggi
-          Diabetes Melitus
-          Adanya sumbatan pada saluran kemih ( Batu, Tumor, Penyempitan/Striktur)
-          Kelainan autoimun.
-          Menderita penyakit kanker
-          Kelainan pada ginjal, dimana terjadi akibat peradangan oleh organ itu sendiri
-          Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi

2.1.3.      Anatomi Dan Fisiologi
Ginjal
 gambar ginjal
(http://www.google.com/imgres?imgurl=http://www.kabarindonesia.com/gbrberita/200804/20080415093926.jpg&imgrefur)
(http://www.google.com/imgres?imgurl=http://www.afarewellrescue.com/wp-content/uploads/2010/08/kidney.jpg&imgrefurl=http:/ September 6th, 2010)

Ginjal
            Terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal. Di sebelah kanan dan kiri tulang belakang dibungkus lapisan lapisan lemak yang tebal. Di belakang peritoneum, dan karena itu di luar rongga peritoneum.
            Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebralis torakalis terakhir sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal sedikit lebih rendah dari kiri, karena menduduki ruang banyak disebelah kanan.
            Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 71/sentimeter, dan tebal 11/2  sampai 2 ½ sentimeter. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram.
            Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilun menghadap ketulang punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilum. Di atas setiap ginjal menjelang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri. (Pearce E.C, 1999: 248)
Fungsi ginjal
1.      Pengaturan keseimbangan air,
2.      Pengaturan konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa darah.
3.       Eskresi bahan buangan dan kelebihan garam.
      (Pearce E.C, 1999: 248)
Struktur Ginjal
Setiap ginjal dilingkupi tipis dari jaringan fibrus yang rapat membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal. Warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian kortex di sebelah luar, dan bagian modula disebelah dalam. Bagian modula ini tersusun atas lima belas sampai enam belas massa berbentuk pyramid, yang disebut pyramid ginjal. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilum dan berakhir di klirens. Klirens ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal. (Pearce E.C, 1999: 248)
Peredaran Darah
            Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteri renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobaris kemudian menjadi arteri arkuata. Arteria interloburalis yang berada ditepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disebut dengan glomerulus. Glomerulus ini dikelilingi alat yang disebut simpai bowman. Disini terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah yang meningkat sampai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
Ureter
            Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (visika urinaria), panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang ± 0,5 cm. ureter sebahagian terletak dalam rongga abdomen dan sebahagian terletak dalam rongga pelvis.
Visika Urinaria
            Visika urinaria (kandung kemih) dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak dibelakang simpisis pubis didalam rongga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum visika umbilikalis medius.
Uretra
            Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar.


1. Uretra pria  
            Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan pibrosa yang menembus tulang pubis kebagian penis panjangnya ± 20 cm.
2. Uretra wanita
            Pada wanita, terletak dibelakang simpisis pubis berjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3-4 cm.
Berkemih
            Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stress reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah yang ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses kemih urine)
Urine
            Mikturisi (berkemih) merupakan refleks yang terdapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat persyarapat yang lebih tinggi dari manusia. Gerakan oleh kotraksi otot abdominal yang menambah tekanan di dalam rongga dan berbagai organ yang menekan kandung kemih membantu mengosongkannya. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter tetapi berbeda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.


Komposisi urine
            Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air, zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan kreatinin, elektrolit (natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, posfat dan sulfat), pigmen (bilirubin, urobilin), toksin, hormone. (Syaifuddin. 2006: 237-249)
Sifat fisis
Junlak ekresi dalam 24 jam ±1500 cc bergantung pada pemasukan cairan dan factor lainnya.
Warna bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh. Warna kuning bergantung pada kepekaan, diet obat-obatan dan sebagainya.
Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
Berat jenis 1,015-1,020.
Reaksi asam, makin lama menjadi alkalis, juga bergantung pada diet. (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member reaksi asam.) (Syaifuddin. 2006: 237-249)
2.1.4.   Fisiologi Ginjal
1.         Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan diekresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang diekresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal.
2.         Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam yang berlebihan/penyakit pendarahan (diare, muntah) ginjal akan meningkatkan eksresi ion-ion yang penting.
3.         Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan menghasilkan urine yang bersifat agak asam, pH kurang dari 6 ini disebabkan oleh akhir metabolisme protein. Apabila banyak makan sayur-sayuran, urine akan bersifat basah. pH urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahn pH darah.
4.         Ekskresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksis,  obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
5.         Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal mengekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (sistim renin angio-tensin aldesteron) pembentuk eritropoisesis mempunyai penana penting untuk memperoses pembentukan sel darah merah (eritropoisesis).
(Syaifuddin, 2006: 237-249)
2.1.5.    Patofisiologi
            Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diakresikan kedalam urine) tertimbun dalam darah. terjadinya uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. semakin banyak timbun produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
            Gangguan klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens subtansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
            Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urine 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatini. Menurunnya fungsi pilterasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatini akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karna sumtansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masuknya protein dalam diit, matabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
            Retensi Cairan dan Natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsetrasikan atau mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir; respon ginjal yang sesuai tahap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung koknitif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas aksis renin angiostensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekreksi aldostron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipopolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan Air dan natrium, yang semakin memburuk status uremik
Asidosis
            Dengan semakin berkembang penyakit renal, terjadi asidosis renal metabolik seirang dengan ketidakmampuan ginjal mengekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mengsekresikan ammonia (NH3) dan mengabsobsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan eskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
Anemia
            Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropein yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami pendarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal, eritropein, suatu subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal, mentimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropein menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan nafas sesak.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat.
            Obdominalis utama yang lain pada gagal ginjal kronik adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fasfat memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun, terdapat peningkatan kadar fospat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar serum kalsium menyebabkan sekresi parahhormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal, tubuh tidak berserpons secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya, kalsium ditulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu, metabolisme aktif vitamin D (1,25 –dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembang gagal ginjal.
Penyakit tulang uremik
            Sering disebut osteodistropi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
            Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronik berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalami kondisi ini. (Brunner & Suddarth, 2002: 1448)
2.1.6.      Perjalanan klinis
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat di bagi menjadi 3 stadium:
Stadium I
            Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40%-75%). Tahap inilah yang paling ringan, di mana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasakan gejala dan pemeriksaan Laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan bahan kerja yang berat, sperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
Stadium II
            Insufiensi ginjal (faat ginjal antar 20%-50%). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas sperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal yang mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung  pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkah-langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
            Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemulan anemia pada gagal ginjal denan faal ginjal diantaranya 5%-25%. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, aktifitas mulai terganggu.
Stadium III
            Uremia ginjal (faal ginjal kurang dari 10%) semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari  sebagaimana mestinya, gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas pusing sakit kepala air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFRnya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang.
            Pada keadaan ini kereatin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena tidak sanggup lagi mempertahankan hemoestesis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari kerena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus ginjal, komplek perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk tranpalantasi ginjal atau dialisis.
(http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/gagal-ginjal-kronik/)
2.1.7  Manifestasi Klinis
1.   Kardiovaskuler
     Hipertensi, gagal jantung kongnitif, udema pulmoner, perikarditis
     Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
     Edema periorbital
     Friction rub pericardial
     Pembesaran vena leher.
2.   Dermatologi
     Warna kulit abu-abu meningkat
     Pruritus
     Ekimosis
     Kuku tipis dan rapuh
     Rambut tipis dan kasar
3.   Pulmoner
     Krakels
     Sputum kental dan liat
     Nafas dangkal
     Pernafasan kussmaul
4.   Gastrointestinal
     Anoreksia, mual, muntah, cegukan
     Nafas berbau ammonia
     Ulserasi dan pendarahan mulut
     Kontipasi dan diare
     Pendarahan saluran cerna.
5.   Neurologi
     Tidak mampu konsentrasi
     Kelemahan dan keletihan
     Konfusi/perubahan tingkat kesadaran
     Disorientasi
     Kejang
     Rasa panas pada telapak kaki
     Perubahan prilaku
6.   Muskuloskeletal
     Kram otot
     Kekakuan otot hilang
     Kelemahan pada tungkai
     Fraktur tulang
     Foot drop
7.   Reproduktif
     Amenore
     Atrofi testeskuler
     http://pustaka-kesehatan.weebly.com/uploads/5/5/1/8/5518879/11.rtf
     Abnormalitas  Hormonal
     Anemia
     Hipertensi
     Malnutrisi
8. Perkemihan
     Kerusakan nefron
-       Haluaran urin berkurang
-       Berat jenis urin berkurang
-       Proteinuria
-       Fragmen dan sel dala urin
-       Natrium dalam urin berkurang
            (Baradero, dkk, 2009: 129)
2.1.8  Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain:
1.      Hiperkalemia, Akibat penurunan eksresi asidosis metabolic, kata bolisme dan masukan diit berlebih
2.      Perikarditis, efusi perincalkdial dan temponade jantung
3.      Hipertensi, Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem rennin angioaldosteron
4.      Anemia, Akibat penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, pendarahan gasstrointestina akibat iritasi
5.      Penyakit tulang, Akibat retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar aluminium
2.1.9  Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
1.      Laboratorium darah:
      BUN, Kreatin, elektrolit (Na, K, Ca, phospat) Hematologi (Hb, trombosit, Ht, loukosit), protein, antibodi (kehilangan protein dan imunuglobin)
2.      Pemeriksaan Urin
      Warna, PH, BJ, kekeruan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT.


2.    Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hiperteropi venterikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi,Hipoksemia).
 3.  Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal kortek ginjal, kepadatan prenkrin ginjal, anatomi sistem palviokarliser, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate.
4.  Pemeriksaan Radiologi
Ranogram, intravenous pyelography, retrograde pyelography, renal aretriografi dan venografi, CT Scan, MRI, renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
2.1.10  Terapi Pengobatan
Pengobatan gagal ginjal kronik
Penanganan penderita gagal ginjal kronik menliputi:
1.         Penyakit yang mendasari
2.         Keadaan sebelum mencapai gagal ginjal terminal
3.         Gagal ginjal terminal

Penanganan sebelum penderita mencapai gagal  ginjal terminal meliputi:
A.  Pengobatan secara konservatif
-          Pengobatan secara simtomatis
-          Mengusakan kehidupan penderita menjadi normal kembali
-          Mempertahankan pertumbuhan yang normal
-          Menghambat laju progresifitas menjadi gagal ginjal terminal
Mempersiapkan penderita dan keluarga untuk menjalani terapi pengganti ginjal misalnya dialisis dan tranpalantasi.
B.   Pemberian cairan dan elektrolit
Dilakukan evaluasi turgor kulit, tekanan darah, dan berat badan. Pada penderita GGK dengan poliuria pemberian cairan harus cukup adekuat untuk menghindari terjadinya dehidrasi.
C. Pemberian nutrisi
a.       Kelola yang adekuat mengacu pada recommended nutrisi dan pertumbuhan penderita.
b.      Protein yang diberikan harus cukup untuk pertumbuhan namun tidak memperbesar keadaan uremia.
c.       Pemberian diet yang mengandung fosfat harus dibatas untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidism sekunder. Dianjurkan mempergunakan kalsium karbonat untuk mengikat fosfat .
D. Koreksi asidosis dengan pemberian NaHCO3 1-2 mmol/kg/hari per-oral dalam dosis terbagi. Dosis harus sesuai dengan analisa gas darah.
E. Ostiodistrofi Ginjal
Ostiodistrofi ginjal dapat dicegah dengan pemberian kalsium, pengikat fospat serta vitamin D.
F. Hipertensi
Hipertensi pada GGK Penyebabnya multifaktor. Pengobatan hipertensi meliputi non farmakologis yaitu diet rendah garam, menurunkan barat badan dan olah raga. Obat farmakologis, obat yang sering dipergunakan yaitu diuretik. (furosemid 1-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-4 dosis).
G. Anemia
Pengobatan anemia pada GGK dengan pemberian recombinant hormone eritropoetin (EPO), bila Hb ≤ 10g/dl, Ht ≤ 30% dengan dosis 50 unit/kgBB subkutan dua kali seminggu, dengan catatan serum feritis >100 ug/L.
H. Gangguan Jantung
Bila terjadi gagal jantung dan hipertensi, maka pengobatan diberikan furosemide secara oral atau intravena dan pemberian calcium chanel blocket.
(http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-dchu260.htm)
Penanganan penderita dengan gagal ginjal terminal dengan melakukan terapi pengganti:
Dialisis
   Dialisis adalah pergerakan cairan dan butir-butir (partikel) melalui membran semiperniabel. Dialisis adalah suatu tindakan yang memulihkan keseimbangan cairan dan elektrolit, mengendalikan keseimbangan asam basa, dan mengeluarkan sisa metabolisme dan bahan toksin dari tubuh.
Hemodialisis
Hemodilaisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuh melalui dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi kedalam tubuh pasien. Hemodialisis memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien, suatu mekanisme untuk membawa darah pasien ke dan dari dializen (tempat terjadi pertukaran cairan, elektrolit, dan zat sisa tubuh),  serta dializer
Dialisis Peritoneal
   Pada dialisis peritoneal, cairan pendialisis dimasukkan kedalam rongga peritoneum dan peritoneum menjadi membran pendialisis. Hemodiasis berlangsung  selama2-4 jam, sedangkan dialisis peritoneal berlangsung selama 36 jam. Dialisis peritoneal dipakai untuk menangani gagal ginjal akut dan kronik. Dialisis peritoneal dapat dilakukan dirumah atau dirumah sakit.
(Baradero, dkk, 2009: 134)
Teranpalantasi ginjal
Teranpalantasi ginjal telah menjadi pilihan bagi mayoritas pasien dengan penyakit renal keinginan untuk menghindari dialisis atau untuk memperbaiki keadaan sejahtera, dan harapan untuk hidup secara normal. Selain itu, biaya tranplantasi yang sukses dibandingkan dialisis adalah sepertinya tahap akhir. Pasien memilih teranpalantasi ginjal dengan berbagai alasan. (Smeltzer & Bare, 2002:1457)
2.1.11 Pencegahan
1.      Melakukan diet. Jagalah setiap asupan dengan mengonsumsi makanan yang bergizi tinggi, tidak merokok, dan tidak minum minuman beralkohol
2.      Menjaga kesehatan air dan organ ginjal
3.      Berolahraga secara teratur
4.      Melakukan detoxifikasi bagi kesehatan ginjal
2.1.12  Prognosis
            Prognosis gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadinya komplikasi penyakitnya. Prognosis yang mempengaruhi meliputi komplikasi penyakit anemia, asidosis metabolik, hiperkalemia, tekanan  darah yang cenderung tidak normal, edema, edema paru, fruktuasi berat badan, dan penyakit dasar batu ginjal, glomerulonefritis, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit dasar lainnya. Faktor umur, jenis kelamin dan frekuensi hemodialisis juga perlu dipertimbangkan sebagai sebab kematian. Keluaran dalam studi prognosis pasien gagal ginjal kronis adalah kematian.
            Ada 4 faktor prognosis gagal ginjal kronis yaitu penyakit dasar yang lain (PDL), edema paru (EP), frekuensi hemodialisis (FHD) dan fluktuasi berat badan (FBB) berpengaruh nyata terhadap waktu survival berarti belum terkoreksi dengan baik oleh terapi hemodialisis, sedangkan faktor prognosis lainnya sudah terkoreksi dengan baik.                                            
(http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s2-2004-suharto-969-cox)
BAB 3


METODE PENELITIAN

3.1  Kerangka Konsep
            Adapun kerangka konsep penelitian tentang Gambaran Kasus Gagal Ginjal kronis Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 adalah sebagai berikut:
-          Usia
-          Jenis kelamin
Variabel Independen                                                  Variabel Dependen
Gagal ginjal kronis



3.2   Defenisi Operasional    
Adapun defenisi operasional yang dapat peneliti rumuskan dari variabel diatas adalah:
3.2.1    Gagal Ginjal Kronis
Suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut.
3.2.2    Usia
Usia adalah interval waktu/Rentang kehidupan yang dijalanin penderita mulai dari lahir sampai penderita terserang gagal ginjal kronis.
3.2.3    Jenis kelamin.
Kromosom seks yang dimiliki oleh seseorang.

3.3    Jenis Penelitian
            Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan kasus  Gagal Ginjal Kronis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010
3.4   Lokasi dan Waktu Penelitian
3.4.1. lokasi
Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011.
 3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada tanggal 26-27 juni 2011.
3.5       Populasi dan Sampel
3.5.1.   Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data pasien yang menderita Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 sebanyak 102 kasus.
3.5.2.   Sampel
Sampel di dalam penelitian ini adalah sebahagian data pasien yang menderita Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 sebanyak 26 kasus. Yang diambil sebanyak 25% dari populasi sehingga sampel menjadi 26 kasus dan teknik pengolahan sampel dengan menggunakan teknik sistemati romdom sampling.
3.6   Metode Penelitian Data
            Data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah data sekunder yang  berasal dari data Medikal Record di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010.
3.7   Teknik Pengelohaan dan Analisa Data
3.7.1. Pengolahan Data
Data mengelola data dapat dilakukan dengan:
a.         Editing
Data yang dikumpulkan diperiksa terlebih dahulu apakah sesuai dengan yang diharapkan kemudian diolah sehingga jelas sifatnya.
c. Koding
Setelah editing selesai selanjutnya melakukan pengkodean data yang di kumpulkan.
b.        Tabulating                       
Mengelompokkan data dalam satu tabel menurut sifatnya sesuai dengan tujuan penelitian.
3.7.2. Analisa Data
Analisa data yang diambil dalam penelitian ini adalah teknik analisa kuantitatif. Dimana data di buat dalam bentuk tabel frekuensi dan akan dibandingkan dengan sumber kepustakaan yang ada.
BAB  4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Setelah melakukan penelitian Tentang Gambaran Kasus Gagal Ginjal Kronis Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010. Ditemukan kasus gagal ginjal kronis sebanyak 102.
4.1.1   Distribusi Kasus Gagal Ginjal Kronis Berdasarkan Usia tahun 2010 di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010
Tabel 4.1.1
Distribusi Kasus Gagal Ginjal Kronis Berdasarkan Usia
 di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010
No
Usia (Tahun)
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
16 – 28
1
3.8
2
29 – 41
3
11.5
3
42 – 54
6
23.
4
55 – 67
5
19.2
5
68 – 80
7
26.9
6
81 – 93
4
15.3
Total
26
100%
Dari tabel diatas dapat di lihat bahwa penderita gagal ginjal kronis berdasarkan usia tertinggi pada usia 68–80 tahun (26,9%) sebanyak 7 kasus dan yang terendah 16-28 tahun sebanyak 1 kasus. (3.8%).


4.1.1        Distribusi  Kasus Gagal Ginjal Kronis Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010
Tabel 4.1.2
Distribusi Kasus Gagal Ginjal Kronis menurut Jenis Kelamin 
di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010
No
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
1
Laki-Laki
54
52.9
2
Perempuan
48
47.1
Total
102
100%
            Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa penderita gagal ginjal kronis berdasarkan jenis kelamin yang tertinggi adalah laki-laki sebanyak 54 kasus (52.9%) dan yang terendah adalah perempuan sebanyak 48  kasus (47%)
4.2 Pembahasan
4.2.1 Distribusi kasus gagal ginjal kronis berdasarkan usia di rumah sakit umum   Kabanjahe tahun 2010.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa penderita gagal ginjal kronis berdasarkan usia adalah 68–80 sebanyak (26,9%). Dan yang terendah adalah 1 kasus yang di temukan berdasarkan usia 16–28 (3.8%).
Hal ini tidak sesuai dengan yang kemukakan oleh suhanto yang mengatakan paling rentan terkena penyakit gagal ginjal kronis yaitu pada usia 20-40 tahun. Tidak sesuai dengan apa yang terdapat di rumah sakit umum kabanjahe.
Menurut asumsi peneliti gagal ginjal kronis banyak terjadi pada usia 68-80 tahun. Karena semakin tuanya seseorang elastisited tubuh dan pembuluh darah munurun dan penyempitan pembuluh darah semakin meningkat yang disebabkan oleh faktor makanan dan minuman. Dalam hal ini mempermudah menyempitan pembuluh darah dan memperberat kerja ginjal.
4.2.1        Distribusi kasus gagal ginjal kronis berdasarkan jenis kelamin di rumah sakit umum kabanjahe tahun 2010.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa penderita gagal ginjal kronis berdasarkan jenis kelamin yang tertinggi adalah laki-laki sebanyak 54 (52,9%) kasus dan terendah pada perenpuan sebanyak 48 kasus (47,1%)
Menurut asumsi peneliti gagal ginjal kronis banyak terjadi pada laki-laki karena pada laki-laki pola hidup yang tidak sehat seperti: merokok, minuman keras dan makanan olahan, pola istirahat yang kurang, mengkonsumsi banyak makanan yang mengandung kolestrol dan kurang oleh raga. Sedangkan pada perempuan karna komplikasi DM dan Hipertensi.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian tentang Gambaran Kasus Gagal Ginjal di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 yang diambil dari Medical Rekocd adalah sebagai berikut.
5.1.1  Dari hasil penelitian gagal ginjal kronis di rumah sakit umum kabanjahe ditemukan kasus 102 kasus.
5.1.2        Dari hasil penelitian tentang Gambaran Kasus Gagal Ginjal Kronis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 berdasarkan Usia mayoritas pada usia 68–80 tahun (26,9%) , karena memang rentan terjadinya Gagal Ginjal kronis dan fungsi tubuh sudah mulai turun.
5.1.3        Dari hasil penelitian tentang Gambaran Kasus Gagal Ginjal Kronis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 Berdasarkan Jenis Kelamin yang paling banyak menderita laki-laki sebanyak 54 kasus (52,9%) dan pada perempuan sebanyak 48 kasus (47,1%). karena pada laki-laki pola hidup yang tidak sehat.
5.2      Saran
5.2.1        Di sarankan kepada penderita gagal ginjal kronis supaya menjaga pola makan seperti mengurangi makan-makanan yang tinggi garam, dan banyak minum, kemudian perbanyak istirahat serta jangan mengomsumsi kacang tanah yang  banyak mengandung protein yang dapat memperberat kerja ginjal.
5.2.2        Disarankan kepada petugas kesehatan atau pihak Rumah Sakit Umum Kabanjahe agar dapat memberikan penyuluhan tentang kasus Gagal Ginjal Kronis serta meningkatkan pelayanan Rumah Sakit Umum Kabanjahe.
5.2.3        Disarankan kepada peneleliti berikutnya agar dapat meneliti lebih lanjut tantang Kasus Gagal Ginjal Kronis untuk  menambah wawasan peneliti dan sebagai bahan acuan di masa yang akan datang.
5.2.4        Disarankan kepada masyarakat agar lebih menjaga pola hidup sehat dan lebih teratur dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Admin (Medan analisa)  http://www.diabetesmelitus.comli.com/penyakit-gagal-ginjal-menjadi-pembunuh-massal.html 20 mei 2011. 20 mei 2011. 13.40 wib.

Arikunto, S  2010: Perosedur  Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta
Azwar,A Dan Prihartono, 2003 Metodelogi Penelitian, Batam: Binarupa Aksara

Baradero, Mery. DKK, 2009 Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal, EGC
Brunner&Suddarth, 2002 Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC
Doengoes, 626 Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Harnawatiaj http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/gagal-ginjal-kronik/

Isral masri http:/www.scribd.com/doc/32601617/arterial-Fibrilisasi-pada-pasien-gagal-ginjal-kronis-henodialisa-dan-penggunaan–oral-antikuagulan. 20 Mei 2011.
Manjoer, Arif, at el 2001 Kapita Selekta Kedokteran, FKUI
Notoatmodjo, S. 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam, 2008, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
Nurdin. http://herbal-xanthone.com/?%3B-gaga ginjal.20 juni 2011. 14 .00 Wib.
Smeltzer&Bare, 2002 Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC

Suharto http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s2-2004-suharto-969-cox 2011-05-19 10:38:00Sudoyo, 2006, Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Ilmu penyakit Dalam: FKUI
Patientinfo.http://www.ygdi.org/_patientinfo.php?view=_kumpulan_artikel_detail&id=14

Pearce E.C. 1999, Anatomi dan Fisiologi, Jakarta.Gramedia Pustaka Umum.

Syaifuddin,1999. Anatomi Fsiologis Untuk Mahasiswa keperawatan, Jakarta, EGC
  

1 komentar:

  1. Terimakasih untuk informasi penyakit ginjalnya. Pencegan yang baik adalah dengan menjaga pola hidup sehat, seperti makanan sehat, olah raga teratur dan minum yang cukup serta jangan menahan buang air kecil..

    http://www.tokoobatku.com/obat-herbal-penyakit-gagal-ginjal/

    BalasHapus